Manis dan Masam
Manis sekali, masam juga.
Dua periode jarum begitu tak terasa.
Bukan karena tak bermakna.
Mendengar kisah seseorang mudah membuat lupa.
Ya, saya kaum berkuping lebar bermulut kaku.
Dia bercerita perjalanannya hingga memiliki empat perisai dan satu panah untuk berlindung.
Ada satu cerita, membuat bukan hanya kuping yang bekerja, tapi otak juga hati.
Manis.
Masa muda bersama duda muda yang terluka.
Bukan panah, melainkan penyembuh.
Perasaan memang tak melulu bicara soal waktu.
Tapi apa iya waktu juga tak melulu soal kenangan yang berlimpah?
Senang, serba serbi pas.
Penyembuh yang bukan hanya menyembuhkan, juga menenangkan dan menyenangkan.
Sempurna.
Masam.
Waktu memang wadah banyak kenangan.
Tapi tetap kalah dengan pandangan.
Tanpa setitikpun kesalahan?
Cerita memang selalu terekam dipikiran.
Apa lagi kejadian?
Impuls cerita menjadi berpola.
Dia tau, di masa depan tak akan lagi ada cerita kalau di masa lalu ada sepenggal cerita yang sudah ternoda, walau tanpa ada yang menodai.
Memang keji dan tega.
Tapi pandangan yang terlanjur kabur tak akan bisa menemukan jalan, bukan?
Sedih, serba serbi pas.
Mungkin sudah takdirnya bukan lagi butuh penyembuh, melainkan pelindung.
Manggaku sudah habis.
Kadang dapat yang manis.
Tak sedikit juga dapat yang masam.
0 komentar:
Post a Comment